" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Limbah Ranting Jati pun Melanglang Hingga Mancanegara

Limbah Ranting Jati pun Melanglang Hingga Mancanegara


>>>>>>Limbah Ranting Jati pun Melanglang Hingga Mancanegara

Di Kampung Do-gongan, Kelurahan Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Yogyakarta, berserak ranting-ranting pohon jati. Tak mau dibiarkan membusuk, Miftahul Ulum menyulap limbah jati itu menjadi benda yang lebih bernilai. Ia pun membuat beragam furnitur dan kerajinan dengan memanfaatkan limbah jati yang sudah dipotong kecil-kecil.

IDE membuat kerajinan berbahan limbah jati ini terbayang di benak Miftahul Ulum sejak gempa meluluhlantakkan Yogyakarta tahun 2006 silam. "Saya terpikir membuat/name mirror dari ranting jati. Itu gagasan pertama saya," ucap lulusan Sejarah Islam IJIN Sunan KaUjaga, Yogyakarta itu.

Lantas, mulailah dia mengumpulkan serakan ranting dan membawanya pulang. Ia pun mengupas kulit kayu pada ranting-ranting itu, dan menje-mumya di bawah terik matahari.

Proses penjemuran bisa berlangsung antara 7 hingga 15 hari, tergantung cuaca Semakin terik, pengeringan akan semakin cepat. "Kalau seperti sekarang kadang panas kadang hujan bisa 15 hari," kata Miftahul.
Setelah dijemur, ranting dipotong setebal 5 cm dan diamplas. Bila pinggiran ranting sudah halus, tinggal disusun sesuai bentuk cermin. Itu cara pertama

Cara lainnya, ia memakai bantuan rangka dari triplek. Ranting setebal 1 cm dihalus-kan terlebih dahulu. Kemudian, ranting itu ditempelkan ke rangka menggunakan lem. Misalnya, kaca berukuran bulat berdiameter 80 cm, maka rangka juga harus mengikuti ukuran itu.

Setelah lem kering baru digerinda kasar dan dilanjutkan dengan gerinda halus. "Kami menyediakan melamin untuk mengKilapkan. Tapi,seringkali, pembeli tak ingin pigura cermin itu dimelamin," Ujarnya. Selama ini, pembelikerajinan limbah ini datang dari Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Bali. Sebuah cermin berbingkai ranting jati dapat diselesaikan seorang pekerja dalam 2 hari. Setelah membuat cermin, Miftahul pun terpikir membikin lampu meja, lampu dinding, dan lampu pojok. Sama seperti bingkai cermin, ketiga lampu itu dibuatnya dari rantingjati.

Cara pengerjaannya tak berbeda jauh dengan bingkai cermin. Ranting yang sudah dikupas kulitnya dihaluskan pakai gerinda Lantas, dihaluskan lagi dengan cara digosok dengan amplas. Butuh penghalusan lagi karena gerinda yang berputar cepat tak cukup membuat ranting jadi amat halus. Setelah halus, ranting dipotong sesuai bentuk lampu yang ingin dibuat. Potongan-potongan itu kemudian disusun di atas tatakan dan dilem.

Untuk membuat lampu meja kecil butuh 10 ranting dengan panjang satu meter. "Tapi, tak berarti seluruhnya satu meter. Bisa saja ranting lain berukuran lebih pendek," kata Miftahul. Sedangkan, lampu pojok butuh 15 sampai 20 rantingjati. Proses pembuatan lampu ini dua hingga tiga hari. Miftahul mematok harga Rp 200.000 hingga Rp 250.000 per satu lampu meja Sementara lampu pojok setinggi 150 cm hingga 175 cm dilegonya Rp 500.000 hingga Rp 600.000 per buah.

Rupanya, ide Miftahul untuk menggali nilai guna ranting terus mengalir. Lelaki kelahiran Lumajang tahun 1947 ini melahirkan ide membuat kursi dari ranting jati dikombinasi kulit domba atau kulit sapi. Prosesnya, rantingjati dipotong setebal 1 cm lalu dihaluskan. Ranting yang Kerajinan rantingjati menembuspasar Eropa, Timur Tengah,dan Amerika.sudah halus dilem membalut triplek yang jadi kerangka kursi. "Ranting bukanlah kerangka kursi, melainkan sebagai cover rangka," kata Miftahul. Adapun, kulit domba atau kulit sapi dijadikan jok kursi.

Kursi kombinasi berukuran 40 x 40 cm setinggi 45 cm dyual Rp 450.000 per buah. Harganya lebih mahal ketimbang kursi berukuran sama yang ditutupi penuh ranting. Harga jualnya Rp 275.000 per buah.
Kursi ranting kombinasi kulit ini melengkapi produk-produk lain Dewaruci Handicraft milik Miftahul. Sebelum kursi kombinasi, ia sudah membuat kursi beraneka bentuk, dari bulat, kotak, sampai tabung serta sofa Sofa yang seluruh tubuhnya dibaluri ranting punya harga jual lebih dari Rp 400.000 per buah.

Miftahul menghitung, dalam sebulan laba bersih yang diterimanya berkisar Rp 25 juta hingga Rp 30 juta Laba ini datang dari penjualan di banyak daerah di Indonesia dan luar negeri. Produknya disenangi pasar Eropa, Amerika Serikat, dan Timur Tengah. Ekspor kerajinannya sebagian besar dilakukan eksportir lain. "Saya hanya menangani ke Amerika," katanya

Di dalam negeri, saat Miftahul ikut pameran, produk-produknya selalu ludes terjual. Pernah di pameran Inacraft 2010, produk-produknya yang dimuat dalam dua truk habisdibeli orang. "Pasar lokal terbesar saya adalah Jakarta Hampir 80% pembeli adalah rumah tangga muda yang tahu interior rumah," tuturnya Selain di rumah, kerajinan buatannya juga banyak terlihat di kafe, restoran, dan kantor.

Dalam membuat aneka kerajinan, Miftahul tak hanya berhitung soal ukuran dan kebutuhan ranting. "Saya memakai pertimbangan artistik," ucapnya Selain itu, untuk mengembangkan idenya, Miftahul kerap melongok berbagai situs dari luar negeri yang berisi berbagai bentuk furnitur. Sebab, pasar luar negeri, menurutnya, suka akan rancangan terbaru.

Layaknya fesyen, bentuk-bentuk furnitur cepat berubah. Karena itu, Miftahulselalu menargetkan satu produk baru setiap pekan.Saat ini, Miftahul tak lagi memungut limbah ranting jati. Ia mendapatkan ranting-ranting itu dari warga yang sengaja menjualnya Fenomena warga menjual limbah ranting ini sudah terlihat sejak dua tahun lalu.

Mereka mengumpulkan dan menjual ranting ketika tahu ranting itu dibentuk jadi produk bernilai oleh Miftahul. "Kalau dulu saya hanya kasih uang terimakasih kepada warga yang mengumpulkan ranting. Sekarang tidak lagi," tuturnya

Miftahul harus membeli bahan baku itu seharga Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per ranting sepanjang 1 meter. Saban bulan, ia membutuhkan hingga satu truk atau setara 10 kubik ranting.

Sumber: Harian Kontan
Gloria Natalis


Entri Populer