" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Omzet Industri Mainan Edukatif Rp 44 M

Omzet Industri Mainan Edukatif Rp 44 M


Omzet industri mainan edukatif diperkirakan mencapai USS 5,07 juta atau sekitar Rp 44,21 miliar pada 2011. Angka tersebut meningkat 30% dibandingkan nilai penjualan tahun sebelumnya USS 3,9 juta atau setara Rp 34.43 miliar.

Ketua Umum Asosiasi Penggiat Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (Apmeti) Dhanang Sasongko mengatakan, perkembangan pesat industri mainan edukatif tahun ini ditopang oleh kebijakan pemerintah meningkatkan pendidikan anak di bawah delapan tahun atau pendidikan usia dini (Paud). Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) mengucurkan dana Rp 396-594 miliar untuk mengembangkan pendidikan tersebut

"Sebanyak 6.600-9.900 Paud yang ada di 33 provinsi akan mendapatkan bantuan Rp 6 juta setiap sekolah. Sebagian dana tentunya untuk pengadaan mainan edukatif," ujar Danangkepada Investor Daily, belum lama ini. Pemerintah juga akan menambah jumlah Paud di seluruh Indonesia. Karena itu, tahun ini menjadi momentum yang menjanjikan untuk pertumbuhan industri mainan edukatif.

Dhanang sangat berharap, para pengusaha mainan lokal bisa memanfaatkan momentum tersebut dengan baik. "Saat ini ada 84 pengusaha mainan domestik yang tergabung dalam Apmeti dan ratusan pemain lokal lain yang tidak tergabung," imbuhnya.

Namun, lanjut dia, industri mainan umum tidak akan menikmati pertumbuhan sebaik industri mainan edukatif tahun ini. Dengan target total omzet mainan nasional sekitar USS 6 juta atau Rp 53,08 miliar, sekitar USS 5 juta masih dikontribusi dari industri mainan edukatif.

Penyebab kemunduran industrimainan umum nasional karena kalah bersaing dengan produk impor. Saat ini, duapertiga produk mainan yang dipasarkan di Indonesia merupakan produk impor dari Tiongkok, Thailand, Vietnam, dan Eropa.

Sedangkan produk mainan lokal hanya menguasai pangsa pasar sepertiganya saja. Produk mainan Indonesia belum bisa menjadi tuan rumah di negara sendiri. Banyaknya impor mainan ilegal juga turut menghambat industri mainan nasional.

Dhanang juga mengeluhkan konsumen di Pulau Sulawesi, Kalimantan, dan Papua yang lebih suka membeli mainan impor ke Jakarta, sehingga industri mainan lokal kurang berkembang. "Daripada membeli mainan impor sampai jauh ke Jakarta, sebenarnya mereka lebih baik kalau mau mengembangkan industri mainan sendiri di daerahnya," imbuhnya.


Entri Populer