" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Pelaku UKM Tak Perlu Masuk Bursa Saham

Pelaku UKM Tak Perlu Masuk Bursa Saham

Gagasan pemerintah melalui kementerian Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) untuk mendorong Usaha Kecil Menenah (UKM) masuk bursa saham dinilai hanya melihat sisi benefitnya saja. Pelaku usaha kecil di beri "mimpi" kemudahan memperoleh dana, keuntungan yang lebih besar, prospek yang sangat menjanjikan dan mudahnya proses listing (pencatatan saham perdana) di bursa. Akan tetapi pemerintah lupa dengan faktor resikonya.


"Kejadian krisis keuangan 1998 seharusnya menjadi pelajaran yang amat berharga bagi kita. Ketika itu harga saham rontok, nilai kurs yang terdepresiasi hampir mencapai 17 ribu per dollar. Tapi bangsa ini tidak kolaps, karena diselamatkan oleh ribuan UKM. Mereka tetap kuat hingga saat ini," demikian dikemukakan Pengamat Perbankan dan Pasar Modal Aldrin Herwany kepada Neraca Selasa (22/6) di Bandung.

Menurutdia, UKM menjadi andalan Indonesia untuk meneruskan pembangunan, bukan pada 300 an perusahaan yang listing di Bursa di mana hampir seluruhnya mengalami kejatuhan sehingga mendorong IHSG terjun ke zona merah. Dia mencontohkan, krisis keuangan global 2008 bermula dari gagalnya perusahaan penghutang membayar atau dikenal dengan subprime mortgage crisis. Kondisi ini selanjutnya menjalar ke pasar modal yang dipenuhi dengan transaksi derivatives serta para spekulan. Tidak jelas mana yang mempunyai underlying asset, mana yang ada jaminan.

"Artinya risiko bermain di pasar modal sangatlah tinggi dan antar saham tersebut mempunyai korelasi yang tinggi pula. Akibatnya, tingkat kecepatan jatuhnya harga saham sangatlah cepat dan tentu bukan hal yang mudah untuk mengontrolnya," katanya.

Kembali ke persoalan UKM jika didorong masuk bursa saham, maka sebagai konsekwensinya investasipada sektor ini akan menaikkan risiko. Termasuk sangat besar ketergantungannya terhadap kondisi ekonomi global.

"Saat ekonomi membaik mereka akan beruntung, tetapi ketika ekonomi memburuk mereka juga akan mengalami kebangkrutan. Kalau sudah begini, Indonesia yang selama ini mengandalkan ribuan UKM, tidak akan bisa bertahan seperti krisis 1998 lalu," ungkapnya.

Ditambahkan Aldrin yang belum lama ini meraih penghargaan Outstanding Research Award dari The Institute for Business Finance Research, USA di San [ose, Costa Rica, 28 Mei 2010, justru sekarang yang diperlukan adalah merubah mind set bagaimana lepas dari ketergantungan ekonomi global, meminimalisir korelasi ekonomi lokal dengan ekonomi global dan bagaimana memperkuat daya tahan ekonomi yang berasal dari sumber daya lokal.

"Pasar modal tidaklah sepopular dahulu lagi baik di Amerika maupun di Eropa. Para pekerja yang bekerja di sektor keuangan ramai ramai hijrah ke sektor riil dan sebagian besar men-judgment bahwa penyebab percepatan krisis berasal dari pasar modal yang masih belum sem-purna," papar Aldrin.

Agar pertumbuhan UMKM bisa lebih cepat. Aldrin mengusulkan, sebaiknya dilakukan optimalisasi fungsi intermediasi perbankan dengan tidak henti-hentinya mendorong tingkat suku bunga pasar turun.

"Fokuslah pada sektor riil dahulu karena telah terbukti jutaan masyarakat kita masih mengandalkan dan bergerak di sektor riil dan bukan pada sektor keuangan. Di samping itu, berdayakan dana pada capital market melalui regulasi misalnya penyisihan sedikit keuntungan emiten untuk disalurkan pada sektor UMKM dan bukan mendorong mereka untuk malah listing di bursa," katanya.

Bukan Pilihan

Sementara itu Ketua Persatuan Rajut Industri Binong lau (Pribumi) Jawa Barat Wondo Suhaya mengemukakan, yang terpenting sekarang adalah bagaimana pemerintah betul-betul bisa mengimplementasikan biaya murah bagi UKM yang ingin mengembangkan usaha. Bursa bukan pilihan satu-satunya. "Kami masih dihadapkan pada regulasi yang tidak welcome bagi usaha kecil termasuk tingginya suku bunga, " ujarnya.

Entri Populer