" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Pakan Komplet Tambunkan Etawa

Pakan Komplet Tambunkan Etawa

Penyediaan pakan berupa dedaunan hijau akan berkurang saat musim kemarau tiba.
Ekstra Besar. Ungkapan ini cocok untuk menggambarkan bentuk kambing Peranakan Etawah (PE). Saat usianya dua hingga tiga tahun atau sudah cukup dewasa, besarnya mencapai tiga kali lipat domba ukuran sedang atau dua kali lipat kambing Jawa ukuran sedang.

Panjang badannya bisa mencapai satu hingga 1,5 meter. Sedangkan tingginya, bisa lebih dari satu meter. Soal berat badan, jangan dikira enteng. Walaupun badannya tidak gemuk, seluruh tubuhnya berotot. Berat kambing seusia itu bisa mencapai lebih dari 70 hingga 80 kilogram.

Tak heran jika nilai jual seekor kambing PE bisa mencapai tiga kali, bahkan lima kali lipat dari harga kambing biasa. "Malah untuk kambing yang lolos kontes, harga pemenangnya bisa setara dengan satu unit mobil Toyota Kijang Innova," kata juri kontes kambing di Jawa Tengah, A Sodiq, saat menerima rombongan peninjau penerapan teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Banyumas, Jawa Tengah, belum lama ini. Kambing PE, dulunya didatangkan dari Benggala, India. Menurut

Sodiq, ciri khas kambing PE adalah memiliki surai pada kaki. Kambing PE dengan komposisi tubuh bagus memiliki ciri-ciri tertentu. Seperti memiliki dahi ke depan, pundak tinggi, geraham bawah (cakil) ke depan, telinga panjang menjulur dan cupingnya melipat dua (panjang kuping lebih dari 33 sentimeter), serta tingginya di atas 105 sentimeter (untuk kambing kontes).

Penduduk Desa Gumelar, Banyumas, umumnya peternak kambing PE. Sekitar 65 persen dari 2.635 KK (10.535 jiwa) adalah peternak kambing. Menurut Lurah Gumelar, Tjahjo Erlianto, dulu masing-masing peternak hanya bisa memiliki enam sampai delapan ekor kambing. Saat itu, para peternak memberi makan kambingnya dengan dedaunan hijau dari kebun dan sekitarnya. "Ini menghabiskan waktu dan tenaga. Peternak pun hanya bisa menangani sedikit ternak," ujar Tjahjo.

Setelah dibina oleh Iptekda LIPI, khususnya dengan teknologi pakan komplet atau complete feed-total mix ration (TMR), Tjahjo mengatakan, satu peternak bisa menangani puluhan kambing. Itu pun ditangani paling banyak dua orang saja. Ini memberi dampak bagi pertumbuhan perekonomian di desa. Karena itu, PE ini lantas menjadi ternak khas di desa ini dan diberi nama Pegumas, singkatan dari Peranakan Etawah Gumelar Banyumas.

Salah seorang peternak kambing PE, Carso, mengaku dulu waktunya habis untuk mencari pakan kambing berupa dedaunan hijau di ke-bun. Carso yang merupakan binaan pertama Iptekda LIPI sejak 2008 ini mengatakan, dedaunan hijau yang didapatkannya, langsung diberikan ke ternak yang jumlahnya tak lebih dari 10 ekor.

Masalah kemudian muncul saat musim kemarau tiba yang membuat persediaan pakan sangat sedikit. "Makanya, waktu kami habis hanya untuk mencari hijauan. Kami seperti diperbudak oleh kambing," ujarnya.

Kini, dengan adanya kambing PE, Carso lebih memilih tetap beternak karena nilai ekonominya yang tinggi. Selain dagingnya lebih banyak untuk ukuran seekor kambing, kambing PE juga bisa diambil susunya. Satu liter susu bisa mencapai harga Rp 20 ribu. Susu kambing PE ini pun dipercaya memiliki khasiat untuk pengobatan dan kebugaran tubuh.

Dengan teknologi pakan fermentasi yang diperkenalkan LIPI, kini Carso sudah memiliki 70 ekor kambing PE dengan hanya mempekerjakan dua orang tenaga kerja. Carso pun memiliki lebih banyak waktu untuk dirinya sendiri dan mulai memikirkan untuk pengelolaan kotoran ternak. "Sekarang, saya jadikan pupuk. Kulitnya juga kita garap, tapi kami berharap nanti bisa kelola untuk biogas," ujarnya.

Gunakan sumber lokal

Sedikitnya ternak yang bisa ditangani peternak kambing PE menjadi pemikiran Budi Rustomo, peneliti dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah. Budi yang juga ketua Tim Ip-tekda LIPI ini melakukan penelitian selama dua tahun di Desa Gumelar.

Penelitiannya bertujuan untuk meningkatkan produksi daging kambing. Secara nasional, menurut dia, pertambahan populasi kambing cukup rendah, yaitu 2,9 persen per tahun. Padahal, kebutuhan daging kambing mencapai 5,6 juta ekor per tahun.

Budi lantas berpikir, untuk mengatasi rendahnya populasi kambing, perlu dilakukan peningkatan produktivitas dan reproduktivitas-nya. Maka itu, kemudian ia memfokuskan pada pakan ternak yang menjadi masalah para peternak kambing PE selama ini.

Sebelumnya, para peternak menggunakan beraneka ragam hijauan, yang tak tentu jumlahnya. Karena itu, kambing harus terus beradaptasi dengan jenis pakannya. "

"Malah bisa-bisa kambing PE ini keracunan dengan pakan hi-jauannya. Ini berisiko dan bisa pengaruhi reproduksinya. Tingkat kematian tinggi, akibat induknya kekurangan gizi," ujar Budi.
Atas dasar itulah, Budi mengembangkan teknologi pengembangan formulasi pakan komplet TMR yang berbasis sumber daya lokal. Pendekatan pakan ini penting dalam mendukung perkembangan produksi kambing PE yang berkelanjutan, efisien, dan kompetitif. "Pakannya jadi lebih terstandar dan tersedia kapan saja, fisiologis ternak makin bagus, mortalitas menurun jadi sembilan persen, dan reproduksi semakin baik," kata Budi menandaskan. ed andina

Entri Populer